KLHK Proses PT MAL Tanam Sawit di Hutan Lindung 


Rengat, Detak Indonesia--Kepala Seksi (Kasi) Badan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPLHK) Wilayah Sumatera, Edward Hutapea menegaskan bahwa, persoalan pembantaian kawasan hutan lindung yang diduga mencapai ribuan hektare dan mengganti kawasan itu menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin, sudah dikunjungi oleh tim KLHK RI dalam hal ini Dirjend Pencegahan dan Pengamanan Hutan.

Tim yang terdiri dari beberapa personel itu dan ikut didampingi dari Dinas LHK Provinsi Riau, melihat langsung ke lokasi Hutan Lindung Bukit Batabuh (HLBB) dan mengunjungi kawasan yang dibabat oleh PT MAL menjadikannya kebun kelapa sawit, dan dilengkapi dengan berupa peralatan seperti Geographyc Positioning System (GPS) dan yang berkenaan dengan itu.

Dari tanggal 1-3 September 2018 tim KLHK dari Jakarta itu berada di kawasan itu dalam rangka penelitian dan penyelidikan hingga keabsahan bahwa menyesesuaikan dengan laporan yang masuk ke KLHK RI, sedangkan hasil kunjungan tim itu masih dalam penggodokan dan diproses di Kementerian LHK Jakarta.

Menurut Edward Hutapea, PT Mulia Agro Lestari (PT MAL) pada tahun 2011 pernah mengajukan izin prinsip, izin lokasi hingga Izin Usaha Perkebunan-Budidaya (IUP-B) kepada Bupati Inhu kepemimpinan Yopi Arianto, namun ditolak karena lokasi yang dimohonkan merupakan kawasan lindung, ternyata PT MAL tidak memperdulikan masalah perizinan sehingga membabat kawasan lindung itu dan menanaminya dengan kelapa sawit.

Jika nanti hasil penelitian penyelidikan hingga proses itu terbukti PT MAL melakukan pengrusakan HLBB, maka pemilik perusahaan itu bisa dikenai sanksi sebagaimana pada UU No.18 Tahun 2013 Pasal 17 ayat (2) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) dan Pasal 92 ayat (1 dan 2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda Rp20 miliar hingga Rp50 miliar subsidernya nanti dalam persidangan tentunya.

Sedangkan terhadap pejabatnya yang diduga terjadinya pembiaran dan atau gratifikasi, Kolusi hingga ke Nepotisme, sebagaimana diatur dalam UU No.23 Tahun 2013 tentang pembagian kewenangan pemerintahan, bisa dikaitkan kepada Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan yang berkewenangan dengan itu nantinya Kejaksaan, subjektifnya pada kejahatan kehutanan yang berkaitan dengan pembantaian kawasan lindung tadi.

Sejauh ini, tambah Edward Hutapea, yang berkewenangan dalam persoalan ini sudah diambil alih oleh KLHK RI, dan sedikit berbeda dengan kasus pembantaian kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang dilakukan Toton Naibaho yaitu yang bersangkutan ditangkap dan diproses oleh Kabag Reskrim Mabes Polri Jakarta, yang saat ini masih dalam proses hukum.

Sementara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru melalui Rian Sibarani SH dikonfirmasi awak media ini menjelaskan bahwa, Pembantaian kawasan HLBB yang kuat dugaan dilakukan oleh PT MAL mencapai 3.713 hektare dan sudah ditanami dengan kelapa sawit, sudah dilaporkan ke Kementerian LHK RI di Jakarta dan diantar langsung oleh LBH Pekanbaru kala itu.

Ditambahkan Rian Sibarani lagi, setelah melaporkan pengrusakan kawasan lindung itu ke KLHK RI Jakarta, pihaknya juga melaporkannya ke Polda Riau dan LHK Provinsi Riau, jika baru sekarang ini ada tindak lanjutnya tidak menjadi masalah mengingat pekerjaan di KLHK itu cukup banyak.

Meski demikian, apa yang telah dilakukan tim KLHK RI Jakarta yang sudah turun langsung ke lokasi HLBB yang sudah berganti tanaman menjadi kelapa sawit milik PT MAL itu, LBH Pekanbaru terus mengikuti perkembangan pemrosesan permasalahan ini hingga dilakukannya proses hukum di Pengadilan, tutupnya.(zp)


Baca Juga